BAB I
PENDAHULUAN
Keanekaragaman budaya yang timbul dari sebuah peradaban menghisai tanah air indonesia mulai dari peradaban melayu hingga peradaban jawa, majunya sebuah peradaban berdasarkan tolak ukur unsur adat istiadat dan kebudayaan serta aksara yang mereka miliki sebagai alat komunikasi antar sesama manusia.
Aksara di temukan 3000 tahun lalu disungai efrat dan trigis sekarang irak aksaran ini berupa simbol simbol gambar yang mengambarkan situasi dan kondisi masyarakat kala itu.
Di Indonesia aksara berupa simbol atau gambar ditemukan di gua harimau yang berada di desa padang bindu Kabupaten OKU dan masih banyak aksara lain yang sudah mengenal alphabet yang muncul di setiap priodenya.
Aksara ulu berisikan pesan serta catatan adat bagi warga desa yang tinggal di pedalaman Sumatera Bagian Selatan, untuk mengetahui norma adat dan aturan adat perlu membaca manuskrip manuskrip yang masih tersisa peninggalan nenek moyang orang Sumatera bagian selatan, maka perlu untuk mengigat kembali serta mempelajarinya agar dapat di lestaraikan dan di kenalkan kembali kepada masyarakat.
- Rumusan Masalah
Masih minimnya pengetahuan tentang aksara ulu komering yang perlu di wariskan ke masyarakat
- Tujuan Penelitian
Agar masyarakat komering pada khuususnya serta masyarakat Sumsel pada umumnya mengenal aksara ulu komering yang merupakan warisan leluhur agar dapat di wariskan ke kaum miliniel atau generasi muda saat ini agar mengenal budaya bangsanya dan menemukan jati diri sebagai anak Indonesia yang beradab
BAB II
PEMBAHASAN
Aksara ulu atau aksara Ka Ga Nga di temukan oleh M.A. Jaspen seorang arkeolok asing pada sekitar tahun 1926 sampai 1975, dalam temuanya M.A Jaspen melihat aksara ulu dituliskan di atas bambu, atau kulit kayu serta batu yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke 12 masehi dan berkembang pesat pada abad ke 15 masehi di wilayah sumatra bagian selatan.
Sebutan aksara ulu berbagai macam ada yang menyebutnya huruf rejang karena pertama kali ditemukan di Rejang Bengkulu ulu musi, ada juga yang menyebutnya aksara rencong atau dalam bahasa melayu mencong atau tidak tegak lurus, ada pula sebutan aksara ulu namun terkenal saat ini adalah aksara ka ga nga seperti dikatakan M.A, Jaspen saat menemukannya pertama kali, aksara ka ga nga di ambil dari tiga baris hurup pertama yaitu ka, ga dan nga
Di Sumatera bagian selatan sudah ada tradisi baca tulis sejak dahulu di buktikan di temukan empat aksara tua yaitu aksara masih dalam bentuk simbol simbol gambar yang di temukan di gua harimau yang di perkiraan sudah ada jutaan tahun lalu, kemudian aksara palawa yang di pakai jaman sriwijaya dengan bukti ditemukannya prasasti kedukan bukit, lalu aksara ka ga nga atau aksara ulu yang di temukan di uluan musi serta aksara arab pegon yang digunakan jaman kesultanan Palembang yang terdapat dalam kitab simbur cahaya dan surat surat dari kesultanan Palembang kepada pesirah marga.
Aksara ulu atau ka ga nga di gunakan hampir di semua daratan Sumatra bagian selatan yaitu kerinci, Bengkulu, lampung, Bangka Belitung, untuk di Sumatra selatan sendiri memiliki beranekaragam font atau mode aksara ulu dari mulai font musi, ogan, pasema dan komering.
Aksara ka ga nga atau aksara ulu saat ini masih belum banyak di kenal oleh kaum muda, aksara ka ga nga hanya diketaui dan bisa di baca oleh kaum tua yang hidup di era tahun 1950 sampai 1960, para nenek moyang lebih memahami aksara ulu ini di bandingkan aksara latin karena aksara ulu adalah tulisan yang sering mereka gunakan dalam setiap interaksi dengan sesama manusia selain aksara arab pegon.
Bahkan di era jaman kesultanan Palembang aksara ulu masih di pakai meskipun kesultanan palembang telah menetapkan aksara arab pegon sebagai aksara resmi kesultanan palembang, di buktikan aksara aksara surat tanah atau cap milik pesirah atau kepala kampung mengunakan dua aksara yaitu aksara ka ga nga dan arab pegon.
Manuskrip aksara ulu masih sedikit ditemukan dikarenakan di simpan oleh pihak keluarga sementara mereka enggan membuka dan memamerkan aksara ulu peninggalan nenek moyang mereka karena di anggap jimat atau mantra akibat tidak bisa mengartikan aksara ka ga nga, padahal dalam aksara ulu itu hanyalah sebuah syair, aturan adat, bahkan catatan harian.
Sedikitnya manuskrip inilah yang membuat aksara ulu tidak pernah di ajarkan dan tidak di ketahui artinya serta sulit untuk melestarikannya.
Di Kabupaten OKU Timur yang nota bene mempunyai aksara ka ga nga font komering tidak terlalu di kenal banyak, berbeda dengan provinsi lampung yang begitu bangga dengan aksara ka ga nga lampungnya yang mereka tuliskan di setiap nama jalan dan nama kantor.
Namun upaya untuk melstarikan aksara ulu komering terus di upayakan oleh masyarakat adat komering di bawah naungan bidang kebudayaan Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten OKU Timur.
Di mulai dari pencarian refrensi aksara ka ga nga komering yang ditemukan di Desa Tanjung Kukuh Kecamatan Semendawai Barat Kabupaten OKU Timur, karena selama ini yang menjadikan rujukan aksara ka ga nga komering adalah tulisan yang berada di buku milik Forum Keluarga Komering Ulu yang tidak memiliki refrensi yang jelas asal usulnya.
Setelah di temukan catata buku beraksara ka ga nga yang berisikan syair dan catatan jurus pencak silat, mulai di lakukan workshop dengan beberapa guru muatan lokal.
Diketahui muatan lokal untuk sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Kabupaten OKU Timur ada mata pelajaran bahasa komering namun direncakan dikembangkan untuk menulis aksara ka ga nga komering bagi siswa sekolah Dasar Dan Sekolah Menengah Pertama.