FEATURE

Mudik, Rantau & Tokoh Surau Minangkabau

×

Mudik, Rantau & Tokoh Surau Minangkabau

Sebarkan artikel ini
Penulis sekeluarga saat ziarah ke pusara Beliau Inyiak Canduang, Maulana Syaikh Sulaiman Arrasuly, di komplek Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang. Siang Kamis, 29 Desember 2022.
Penulis sekeluarga saat ziarah ke pusara Beliau Inyiak Canduang, Maulana Syaikh Sulaiman Arrasuly, di komplek Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang. Siang Kamis, 29 Desember 2022. Foto: Istimewa/Dokumen Pribadi

Oleh : DMS. Harby*

Mudik dalam bahasa adalah lawan dari kata muara. Keduanya identik dengan sungai sebagai bagian dari identitas Nusantara.

Nusantara adalah salah satu kawasan maritim strategis dunia. Sebuah kawasan yang terletak persis di tengah-tengah “khathth al istiwaa’” (lazim tertulis khatulistiwa) atau garis sepadan dunia.

Kawasan yang berada di antara 2 benua dan 2 samudera. Kawasan dengan tingkat keanekaragaman hayati (biodiversiti) paling tinggi di dunia.

Jika muara merupakan hujungnya sungai yang kalau tidak berada di kawasan pesisir atau pantai dari sebuah samudera, berada di kawasan badan sungai yang lainnya.

Maka, mudik adalah pangkalnya sungai yang umumnya berada di kaki sebuah gunung atau kawasan pegunungan.

Mudik adalah juga gerak kembali ke pangkal sungai. Sebagaimana ditemukan di beberapa sungai di Nusantara atau bahkan dunia.

Dimana ikan-ikan melakukannya. Sebagaimana yang sering penulis dengar dari kawasan pesisir sungai Komering. Tanah adat ulayat tempat penulis menghambakan diri.