Oleh: Prof. Dr. Amilda, M.A (Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang)
KONSEP kurikulum berkembang seiring dengan semakin berkembangnya teori dan praktek dalam dunia Pendidikan, serta pandangan intelektual yang berubah sesuai dengan tuntutan perubahan zaman. Sejak diluncurkannya program MBKM oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang digagas sejak tahun 2019, dan mulai diimplementasikan pada tahun 2020, dunia pendidikan Indonesia mengalami transformasi yang signifikan.
Kurikulum ini menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, fleksibilitas, dan penguatan karakter. Namun, dalam pelaksanaannya, muncul kebutuhan untuk memastikan bahwa kurikulum tidak hanya “merdeka” secara konsep, tetapi juga “berdampak” secara konkret di lapangan. Maka melalui aturan terbaru dari DiktiSaintek, yaitu “Diktisaintek Berdampak”, diluncurkan pada Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2025, lahirlah gagasan Kurikulum Berdampak sebagai lanjutan dan penyempurnaan dari Kurikulum Merdeka.
Perubahan dari Kurikulum Merdeka ke Kurikulum Berdampak bukanlah tentang mengganti sistem, tetapi memperdalam makna dari kebebasan belajar itu sendiri. Kebebasan yang dimaknai sebagai tanggung jawab untuk mewujudkan pembelajaran yang mengubah dan memberdayakan peserta didik secara utuh.
Tujuan kurikulum Merdeka yang menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik berubah menjadi pembelajaran yang berdampak langsung pada karakter, kompetensi, dan kesejahteraan peserta didik. Guru tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga terus mengevaluasi apakah apa yang diajarkan benar-benar memberi perubahan pada peserta didik. Dengan pendekatan ini, kurikulum tidak hanya menjadi alat administratif, melainkan alat transformasi nyata dalam pendidikan Indonesia.
Menariknya, Kurikulum Berdampak ini juga bertujuan meminimalkan kesenjangan kualitas pembelajaran antar sekolah dan daerah, mengingat tidak semua sekolah memiliki sumber daya yang memadai, seperti akses teknologi, literasi digital guru, dan infrastruktur pendukung lainnya khususnya sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Sebelumnya, kurikulum Merdeka muncul sebagai respon terhadap kebutuhan zaman dan pembelajaran yang lebih relevan dengan konteks peserta didik. Dengan prinsip merdeka belajar, kurikulum ini memberikan ruang bagi guru untuk merancang pembelajaran sesuai kebutuhan peserta didik, serta mendorong pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) untuk penguatan profil Pelajar Pancasila.