Yang bercerai ini sambungnya, berkisar usia 30 sampai 40 tahun. Karena ekonomi kurang untuk menunjang kehidupan keluarga, istri lalu meninggalkan suaminya.
“Ada yang tanpa sebab lalu kabur meninggalkan pasangan. Ada juga karena KDRT dìpicu pertengkaran terus menerus,” bebernya.
Yunizar menambahkan, sebenarnya Pengadilan Agama lebih menekankan untuk melakukan mediasi dalam menangani kasus percerain. Sebab, perceraian merupakan penyelesaian terakhir.
“Untuk menekan angka perceraian harus ada peran banyak pihak. Mulai dari pihak desa, kecamatan hingga Pemkab OKU Timur,” tegasnya.
Pihaknya berharap, Pemkab OKU Timur bisa turut mensosialisasikan pernikahan secara dini. Hal ini sebagai upaya menurunkan angka perceraian.
Selain itu, ia juga meminta agar perangkat desa dapat melakukan pencegahan sedini mungkin dengan cara menjadi mediator. Saat ada pasangan yang hendak bercerai.
“Kami meminta agar pihak RT dan RW dapat menggalakkan perdamaian bagi pasangan yang ingin bercerai. Ini merupakan bentuk pencegahan secara dìni,” jelasnya.
Yunizar mengatakan, secara keseluruhan perkara yang dìterima Pengadilan Agama kelas II Martapura selama 2023 sebanyak 1.297.
“Jumlah ini tetap mengalami penurunan dari tahun 2022, yang mencapai 1.451 perkara,” pungkasnya. (gas).