Yang memuat pendekatan syareat, hakekat, tarekat dan makrifat tersentuh secara menyeluruh. Sesuai ajaran Sang Mahaguru, Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy.
Pendekatan yang sejak awal ditumbuhkembangkan oleh para pendahulu. Mereka yang mengenalkan Islam pertama kali di Nusantara.
Pola yang terhubung bulat dan utuh hingga menjadikan Islam sebagai agama dan Minangkabau sebagai adat nan terpaut erat dan saling mengikat.
Hingga agama menjadi kawi dan adat menjadi lazim. Agama yang mengarahkan dan adat yang melaksanakan.
Adat Bersendikan Syarak – Syarak Bersendikan Kitabullah (ABS – SBK). Demikian adagium yang diformulasi Inyiak Canduang.
Sesuatu yang belakangan disebut sebagai proses pribumisasi Islam di Nusantara oleh Beliau KH. Abdurrahman Wahid. Satu-satunya Presiden Republik Indonesia yang tokoh dunia pesantren.
Ada pula sosok aktivis paling masyhur dari Minangkabau. Beliau Ibrahim Datuk Sutan Malaka. Kiprahnya di dalam pergerakan yang mendunia hingga Bung Karno menyebutnya sebagai “yang paling mahir dalam revolusi”.
Sosok gerilyawan sejati, tokoh pergerakan dunia yang kelasnya disebut di atas Che Guevara.
Sosok ini bahkan mungkin bergerak sesegera mungkin dari satu kota ke kota lainnya. Menghilang dengan sigap dari satu negara ke negara lainnya.
Bahkan mampu menyelami samudera hingga berpindah cepat dari satu benua ke benua lainnya. Kemampuan yang di Minangkabau identik dengan Ilmu Bayang Tujuh, salah satu laku dari dunia Tasawuf.
Salah satu gudang Tasawuf di Minangkabau adalah Lima Puluh Kota.
Datuk Tan Malaka, Sang Bapak Republik ini, adalah juga seorang aktivis Tasawuf. Kedekatannya sangat erat dengan salah satu mursyid di Lima Puluh Kota yaitu Syaikh Abdul Wahid Asyyadzily yang dikenal dengan Baliau Tobek Panjang.
Memang tak jauh dari kampung halaman Datuk Tan, Suliki. Masih di Lima Puluh Kota jua.
Begitulah kurang lebih riwayat yang kubaca di Tarbiyahislamiyah Id . Situs yang paling identik mengulas tentang pertautan erat Islam dan Minangkabau.
Sama seperti Maulana Syeikh Ahmad Khatib, Datuk Tan juga tidak pulang kampung ke Minangkabau. Pilihan perjuangan membimbingnya bergerak lebih banyak di Jawa.
Selain Maulana Syaikh Ahmad dan Datuk Tan Malaka, Minangkabau tentu mempunyai segudang tokoh lain dari suraunya. Konteks artikel ini adalah menyambut seabad PERTI sebagai organisasi nasional yang kelahiran Minangkabau.
Tentu saja kilas refleksi di atas berhasrat pada revitalisasi gagasan dan gerakan PERTI. Agar kembali bersinar pada abad keduanya mengabdi di segenap persada Bumi Pertiwi. Meski dengan refleksi yang hanya sekilas sekali. Wallaahu Waliyyut Taufieq.
********
_Artikel ini pernah dimuat di www.tarbiyahislamiyah.id dengan judul “Mudik, Rantau, Minangkabau & Dedy Mardiansyah’. Dikembangkan menjadi 5 bagian dalam rangka memperingati Milad 96 Tahun PERTI.
Penulis sehari-hari adalah Dosen PAI pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Nurul Huda (Unuha).
Penulis juga merupakan Ketua Umum (Ketum) Ikatan Keluarga Alumni Nurul Huda (IKANUHA), Ketua Badan Pembina Yayasan Tarbiyah Rejang Lebong (YTRL), Wakil Ketua Badan Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Nurul Huda Sukaraja (YPPNHS) dan Wakil Ketua Pimpinan Daerah Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) Provinsi Bengkulu.
Penulis pernah juga dipercaya sebagai Sekretaris MUI OKUT, Wakil Ketua GP Ansor OKUT, Ketua KNPI OKUT, Ketua Tarbiyah – PERTI RL, Wakil Ketua HPN Sumsel, Wakil Ketua LTN NU Sumsel, Kepala SDTI Curup, Anggota Badan Pengawas YPPNHS, Ketua Senat STKIP-NH, Wakil Katib Syuriyah NU OKUT, Ketua Bidang PDP PPP OKUT, Ketua Senat STKIP-NH, Ketua PSPE STKIP-NH dan Ketua Bidang Pendidikan YPNHS.