Jika prinsip-prinsip ini diintegrasikan dalam keilmuan pendidikan Islam, maka pendidikan tidak lagi bersifat eksklusif atau kaku, tetapi terbuka terhadap perubahan zaman tanpa kehilangan jati diri keislamannya.
Kedua, paradigma keilmuan berbasis Aswaja memungkinkan integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum.
Pendidikan Islam tidak boleh terjebak pada dikotomi ilmu yang memisahkan keduanya, tetapi harus mampu merajut keterkaitan sehingga melahirkan generasi yang unggul dalam bidang akademik sekaligus berkarakter Islami.
Dengan demikian, kampus dan pesantren dapat menjadi pusat pengembangan ilmu yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern.
Ketiga, rekonstruksi keilmuan pendidikan Islam berbasis Aswaja juga menjadi benteng terhadap arus radikalisme dan intoleransi.
Tidak dapat dipungkiri, munculnya paham-paham ekstrem seringkali berakar dari pendidikan yang hanya menekankan doktrin sempit tanpa memberikan ruang dialog dan pemikiran kritis.
Melalui pendekatan Aswaja, pendidikan Islam dapat menumbuhkan sikap beragama yang damai, menghargai perbedaan, serta menolak kekerasan atas nama agama.

 
									









