Oleh: Suhartono
(Dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam
Universitas Nurul Huda OKU Timur)
PENDIDIKAN Agama Islam (PAI) memiliki peran vital dalam membentuk karakter, moral, dan spiritual peserta didik.
Dalam sejarahnya, PAI identik dengan metode pembelajaran konvensional seperti ceramah, hafalan, atau tanya jawab sederhana yang menekankan transfer pengetahuan satu arah dari guru ke murid.
Metode ini tentu memiliki keunggulan, terutama dalam menjaga tradisi, kedalaman materi, dan kedisiplinan belajar.
Namun, di era revolusi industri 4.0 dan menuju masyarakat 5.0, pembelajaran semacam ini tidak lagi cukup untuk menjawab tantangan zaman.
Dibutuhkan inovasi yang mampu menghubungkan nilai-nilai Islam dengan realitas digital yang semakin mendominasi kehidupan generasi muda.
Dari Ceramah ke Kolaborasi
Metode konvensional seperti ceramah dan hafalan memang tidak boleh ditinggalkan sepenuhnya, karena ia berakar pada tradisi ilmiah Islam.
Ulama sejak dahulu mengajarkan pentingnya talaqqi (belajar langsung dari guru) dan menghafal sebagai bentuk menjaga otentisitas ilmu.
Namun, ketika pola pikir dan gaya hidup generasi Z dan Alpha lebih dekat dengan teknologi digital, maka pendekatan konvensional harus diperkaya dengan model pembelajaran interaktif yang melibatkan kolaborasi.
Misalnya, guru tidak hanya menyampaikan teori akhlak melalui ceramah, tetapi juga dapat mengajak siswa membuat konten digital sederhana berupa video pendek tentang praktik akhlak mulia di lingkungan sekolah.
Dengan demikian, siswa tidak hanya memahami konsep secara kognitif, tetapi juga menginternalisasikan nilai-nilai PAI melalui pengalaman kreatif.

 
									









