Lanjutnya, langkah-langkah diambil menekan angka stunting. Yaitu, melakukan sosialisasi, agen-agen kesehatan ujung tombaknya puskesmas. Tenaga-tenaga kesehatan bisa proaktif di masyarakat melakukan sosialisasi, edukasi, mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengatasi stunting.
“Program-program misalnya, memberikan makanan bergizi pada ibu hamil dan balita. Atau, kalau ada permasalahan BPJS Kesehatan minta diselesaikan. Pendampingan diberikan Kejari dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan, masyarakat jangan risau dan khawatir, karena secara kontitusi negara ini sudah menjamin kesehatan masyarakat,” terang suami Nofita Dwi Wahyuni SH MH ini.
Kadinkes Prabumulih, dr Hj Hesti Widyaningsih MM MARS menambahkan, Prabumulih ini unik, mobilitas masyarakatnya tinggi. “Kami menekankan mulai dari jajaran RS hingga puskesmas, puskesmas pembantu, bidan-bidan desa, kita mengaktifkan istilahnya jemput bola,” jelas Hesti.
Lanjutnya, Dinkes Prabumulih tidak hanya mendata stunting itu dari posyandu saja. Adanya, kunjungan ke rumah-rumah, diharapkan bisa mendeteksi kasus stunting bagi penduduk kita tidak aktif ke posyandu.
“Jangan khawatir biaya pengobatan stunting ini, semuanya ditanggung pemerintah. Sepanjang UHC, kita sudah 99 persen. Jadi kita yakinkan tidak tercover BPJS Kesehatan itu sangat sangat kecil, hampir tidak ada tidak memiliki BPJS Kesehatan,” tukasnya.
“Kalaupun ada tidak pakai BPJS Kesehatan dan UHC kita tidak menunggu mengaktifkan selama dua minggu. Jadi begitu hari itu ia butuh pelayanan kesehatan hari itu bisa kita aktifkan, dan tidak ada masalah,” tutupnya. (rin)