“Adapun titik hotspot yang ada saat ini sampai dengan bulan Oktober totalnya mencapai 11.000 lebih. Sementara itu, untuk luasan kebakaran hutan dan lahan sampai mencapai 4.000 lebih sampai Agustus 2023,” jelas Fatoni.
Pada kesempatan ini juga, Fatoni menegaskan bahwa kasus Inpeksi Saluran Pernapasan Atasn (ISPA) yang ditimbulkan asap karhutla secara umum tidak ada peningkatan yang signifikan.
“Jumlah kasus ISPA secara kumulatif pada minggu pertama sampai dengan minggu ke-4 di bulan September totalnya mencapai 40.000 lebih,” paparnya.
Kemudian, terkait kondisi jarak pandang di Sumsel, wilayah tersebut pernah mengalami jarak pandang hanya 300 meter. Sementara itu, kondisi jarak pandangan normal 10.000 meter masih berjalan normal.
“Namun penundaan (penerbangan) belum terjadi dan take off meski akibat terbatas cara pandang juga masih bisa berlangsung,” ucap Fatoni.
Sementara itu, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mendorong Provinsi/Kabupaten/Kota untuk segera menetapkan status siaga darurat yang ditindaklanjuti dengan penetapan Satgas dan Pembentukan Posko Pengendalian karhutla bagi daerah yang sudah mengalami peningkatan jumlah hotspot dan kejadian karhutla atau mengalami curah hujan yang rendah sesuai dengan prediksi BMKG.
“Satgas pengendalian karhutla untuk memantau dan memutakhirkan data informasi prakiraan iklim, cuaca, dan Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran dari BMKG. Lakukan patroli dan cek lapangan dan melakukan respon cepat dan kesiagaan penanggulangan karhutla dengan melakukan pemadaman dini agar kebakaran tidak membesar,” ucap Alue.*